ANTARA JAKARTA DAN ACEH, PERJALANAN NAN MELELAHKAN (PART 2)

Dan inilah sejumlah hal yang membuat penerbanganku dari Jakarta menuju Banda Aceh begitu “ mengasyikkan”.

1. Delay

Ini adalah hal “menyenangkan” pertama yang aku rasakan. Petugas mengumumkan jika pesawat ke Banda Aceh akan terlambat 45 menit hingga satu jam. Alasannya pesawat yang akan digunakan untuk menerbangkan penumpang ke Banda Aceh masih berada di langit Bengkulu. Untuk keterlambatan ini petugas menggunakan istilah keren “masalah operasional”. Orang Aceh ataupun mereka yang akan terbang ke Aceh langsung bersorak. Sementara petugas Bandara tetap cool man.

Baca : Delay Siapa Takut

2. AC mati

Hal “menyenangkan” kedua adalah AC mati. Ini bukan terjadi di dalam terminal ya, melainkan di dalam pesawat. Penumpang yang sedari tadi menahan kekesalah kini bertambah emosi. Mereka memutar mutar sebuah alat dibagian atas kepala yang biasanya mengeluarkan udara dingin. Tapi nihil. Balita bahkan anak bayi yang berada di dalam pesawatpun menangis serempak. Orang tuanya sibuk mengipas ngipas. Pramugari tetap dengan tugasnya menyampaikan standar keselamatan penerbangan sipil.

“AC nya mati mbak?” tanyaku kepada pramugari yang lewat disampingku.

“Nanti diatas juga dingin.” Jawabnya santai tanpa dosa.

Makin gondok jadinya. Pesawat pun akhirnya terbang diiringi isak tangis balita yang kepanasan.

3. Tetangga sebelah yang terus berkicau

Ketika sibuk mengipas dengan buku panduan doa (ups, jangan dicontoh ya), orang disebelahku menyapa hangat.

“Ke Aceh dalam rangka apa? liburan?” tanyanya.

“Ooo ngak pak, saya memang tinggal di Banda Aceh” balasku tak kalah hangat. Padahal AC juga masih mati.

“Kalau saya mau ke Bireun. Sudah 20 tahun tidak pulang kampung” lanjutnya.

Ternyata kehangatanku di salah artikan oleh si Bapak yang mengaku Ampon Yan. Sepanjang perjalanan menuju Medan si Bapak yang berusia 65 tahun itu terus saja berkicau. (ude kayak twitter).  Dia bercerita tentang pengalaman kerjanya di pelabuhan Tanjung Priok hingga masa mudanya yang bergelimang dosa.

“Itu cerita lama, sekarang sudah ngak” kata Ampon Yan sambil berzikir menggunakan tasbih.

“Oya namanya siapa?” tanya nya kepadaku untuk ketiga kalinya.

“Ariel pak” jawabku santun.

“Ooo ya jadi Syafril kamu harus terus maju ya, bangun Aceh” pintanya

Hellooooo nama saya Ariel pak, Arielllllllllllllllllllllllll.

Si Bapak terus bercerita hingga tiba di Banda Aceh. Beliau diam ketika pesawat terguncang saat cuaca buruk.

4. Cuaca buruk

Penumpang menuju pesawat ditengah cuaca buruk (antarafoto.com)

Penumpang menuju pesawat ditengah cuaca buruk (antarafoto.com)

Entah berapa kali pramugari meminta penumpang untuk kembali ke tempat duduk dan menggunakan seat belt. Cuaca memang tidak bersahabat. Pesawat beberapa kali terjebak dalam gumpalan awan yang kemudian membuat badan pesawat goyang. Suasana hening. Tiap kali berguncang, Bapak di sebelahku pasti berseloroh, “ ini udara kosong”.

Mendekati saat landing guncangan pesawat semakin kuat. Bahkan pesawat mengalami turbulensi  kuat bahkan sempat turun mendadak sebanyak dua kali. Semua penumpang terdiam. Pramugari yang sedang berada di lorong pesawat juga tidak bisa menutupi ketakutan di wajahnya.  Bapak disampingku semakin khusyuk menghitung biji tasbih. Berzikir.

5. Transit yang menyebalkan

Sebelum ke Banda Aceh, kami transit di bandara baru Kuala Namu. Kebanyakan penumpang masih bingung, termasuk aku. Kami masih menunggu pengumuman dari pramugari apakah turun menuju terminal transit atau tetap menunggu di dalam pesawat.

Setelah menunggu beberapa saat, pramugari mengabarkan jika seluruh penumpang menuju Banda Aceh turun menuju terminal transit. Penumpang juga harus membawa seluruh barang bawaan, karena akan menggunakan pesawat lain.

Dengan menenteng banyak barang bawaan, penumpang turun dan menaiki anak tangga satu persatu. Padahal disana setiap gate dilengkapi garbarata.

Bandara Kuala Namu ini memang terbilang besar dan modern. Tapi karena masih baru banyak penumpang yang masih mencari cari dimana terminal transit atau jalan keluar menuju tempat pengambilan bagasi.  Tidak jarang penumpang yang seharusnya ketempat pengambilan bagasi ternyata bergabung di dalam antrian panjang penumpang transit. Begitu juga sebaliknya.  

Para penumpang tampak kesal dengan antrian panjang di ruang registrasi menuju terminal transit. Bayangkan ratusan penumpang hanya dilayani oleh dua orang petugas! Selain itu meja petugas juga didesain memanjang sehingga hanya dapat menciptakan satu barisan saja. Antrian penumpang pun mengular panjang.

Selain itu transit desk yang berada di tengah bandara membuat penumpang harus kembali berjalan ke ujung gedung. Lalu kembali menuju gate sembilan yang berada dekat dengan lorong yang berada di transit desk.

Setelah duduk sesaat melepas penat, penumpang dipersilahkan kembali masuk kedalam pesawat untuk diterbangkan ke Banda Aceh.

Seorang ibu yang duduk dibelakangku emosi, “ngapain sih turun, bikin capek aj. Udah ngak sempat shalat lagi”

Sekali lagi, AC mati dan anak anak pun kembali menangis. Kami take off dalam kondisi panas dengan menggunakan pesawat yang sama.  

3 thoughts on “ANTARA JAKARTA DAN ACEH, PERJALANAN NAN MELELAHKAN (PART 2)

  1. Pingback: Arielogis | Antara Jakarta dan Aceh, Perjalanan nan Melelahkan (1)

Leave a comment