Menanti PLN Taubat Nasuha

Lambang PLN

Lambang PLN

Entah sudah berapa lama rakyat Aceh dipaksa hidup dalam kegelapan. Listrik yang menjadi kebutuhan dasar seolah menjadi barang mewah lagi mahal. Listrik hanya bisa digilir dan dijatah. Ini bukan pasal rakyat Aceh tak sanggup membayar rekening listrik. PLN beralasan jika pasokan dari Medan berkurang. Dalih sama yang selalu terucap tiap kali suplai listrik bermasalah. Ironisnya manajemen PLN secara tegas mengatakan tidak ada kompensasi bagi masyarakat maupun industri rumah tangga yang terkena dampak pemadaman listrik. Meski kondisi ini jelas-jelas merugikan. Apa yang dilakukan PLN memang sudah diluar batas kewajaran. PLN tanpa segan memadamkan listrik dua hari sekali, sehari sekali, bahkan dalam satu hari listrik bisa padam berkali-kali.

PLN seakan tak ambil kisah tentang nasib barang elektronik warga yang rusak. Apalagi bersimpati dan berempati dengan rumah warga yang terbakar. PLN  sama saja dengan BUMN lainnya. Menghitung laba rugi perusahaan dan menakar ulang angka angka kesejahteraan bagi para direksi dan karyawan.

Menurut data dari kementrian ESDM, Kebutuhan listrik Aceh dipasok melalui dua sistem, yaitu sistem interkoneksi melalui jaringan trasmisi dan sistem isolated. Dengan sistem interkoneksi melalui jaringan transmisi, daya yang disuplai mencapai 195 MW. Daya ini dipasok oleh pembangkit di Sumatera Bagian Utara sebesar 165 MW. Selain itu daya yang dipasok dari PLTD Lueng Bata, Sigli dan Lhokseumawe sebesar 30 MW. Sedangkan melalui sistem isolated daya yang disuplai sebesar 75 MW yang dipasok dari PLTD Blang Keujeren, Takengon, Meulaboh dan Sabang.

Jika merujuk pada data diatas maka jumlah tenaga listrik yang dipasok oleh pembangkit yang ada di Aceh hanya sebesar 105 MW. Sementara sisanya harus disuplai dari Sumatera Bagian Utara. Ironisnya jumlah daya yang harus di suplai dari luar Aceh jauh lebih besar. Angka ini jelas menunjukkan jika listrik Aceh sangat tergantung dengan provinsi tetangga. Ketika listrik di Sumatera Utara bermasalah maka mau tidak mau Aceh juga harus ikut merasakannya.

Persoalan listrik di Aceh memang telah menjadi masalah sejak dulu. Tapi entah mengapa persoalan ini tak kunjung diselesaikan. Dulu ketika Aceh masih dilanda konflik, listrik juga menjadi barang langka. Namun kala itu pemerintah Aceh punya usaha. Melobi pemerintah pusat agar krisis listrik dapat diselesaikan. Akhirnya pada tahun 2003 kapal PLTD apung milik PLN disandarkan di pelabuhan Ulee lheue. Kapal tersebut mensuplai arus listrik untuk wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar.  Kapal yang kini menjadi landmark kota Banda Aceh pasca tsunami, menghasilkan daya listrik sebesar 10 MW. Sedikit mengurangi beban hidup warga ditengah berkecamuknya perang.

Apa solusi tepat untuk menyelesaikan krisis listrik Aceh?

Yang pertama dan terutama adalah Aceh harus dibebaskan dari ketergantungan dengan Sumatera Utara. Pemerintah Aceh harus mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber energi alternatif seperti hidro dan panas bumi. Potensi panas bumi yang dimiliki Aceh mencapai 1.115 Mwe sedang hidro mencapai 1,482.50 MW.

Dua wilayah Potensi panas bumi yang direncanakan untuk dikembangkan menjadi pembangkit listrik yaitu Seulawah Agam dan Jaboi. Seulawah agam kini tengah dalam proses persiapan lelang. Daya yang dihasilkan mencapai 1×55 MW. Sedangkan Jaboi sedang dalam tahapan eksplorasi dengan daya sebesar 2×7 MW. Sementara Potensi hidro yang saat ini yang sedang dikembangkan dan sedang dalam proses konstruksi adalah PLTA Peusangan dengan daya 2×43 MW.

Namun jika diamati lebih seksama, potensi panas bumi Aceh tidak hanya terdapat di seulawah Agam dan Jaboi. Sumber panas bumi berada hampir di seluruh wilayah Aceh. Setidaknya terdapat di 15 titik lain, mulai dari Aceh besar hingga ke Aceh tamiang dan Gayo luwes. Sumber daya di setiap titik pun juga beragam. Mulai dari 25 MW hingga 100 MW. **

Dengan mengoptimalkan sumber energi alternatif tersebut selain dapat mengatasi krisis di Aceh juga mampu menjadikan Aceh sebagai daerah penghasil energi listrik yang dapat disalurkan untuk daerah-daerah lainnya. Namun harus diakui gerak pemerintah untuk mengoptimalkan potensi panas bumi memang terbilang lambat. Padahal banyak investor yang tertarik.

Untuk itu agar mempercepat langkah pemerintah maka diperlukan upaya kedua. Yaitu, arus listrik ke Meuligoe [pendopo Gubernur] dan Komplek perumahan DPRA harus di stop! Ini adalah gerakan shock terapy untuk para pemimpin Aceh.

Gubernur Aceh dan Para Wakil Rakyat harus merasakan apa yang dirasakan oleh Rakyat. Gubernur dan Anggota DPRA juga harus menikmati masa giliran pemadaman listrik. Jika Gubernur dan Anggota Dewan masih bisa menikmati listrik maka gerak langkah mereka pasti tetap lambat. Namun jika mereka ikut kepanasan seperti rakyat lainnya, dengan kuasa yang mereka miliki pasti masalah akan lebih cepat diselesaikan.

Masalahnya kemudian apakah PLN berani melakukannya? Mungkinkah PLN akan seberani dan selancang itu, memutus aliran listrik ke pendopo dan komplek perumahan DPRA? Head to head dengan Gubernur Aceh dan DPRA sama saja dengan bunuh diri. PLN Cuma berani dengan rakyat kecil, yang kekuatannya cuma sebatas doa.

Pemadaman listrik yang dilakukan PLN sudah masuk dalam tingkatan tidak masuk akal. PLN hanya bisa berdalih dan membela diri. Di lain sisi PLN masih berani berkacak pinggang di depan para pelanggan. PLN musti sadar jika rakyat membeli listrik bukan meminta-minta. Adalah wajar jika rakyat meminta hak nya. Rakyat juga berhak atas kompensasi dari ulah yang dilakukan PLN.  seperti halnya PLN yang juga berhak memutus aliran listrik milik masyarakat yang menunggak.

Diminta berbenah, PLN malah kerap membuat pelanggan gerah. Tarif dasar listrik selalu saja naik meski pelayanan yang diberikan masih berangka merah. Pada tahun 2013 PLN merilis jika pihaknya merugi.Saya kira wajar, bagaimana mau untung jika mengurus listrik saja tidak becus.

Kalau sudah seperti ini kapan PLN akan benar benar bertaubat?

**

13 thoughts on “Menanti PLN Taubat Nasuha

  1. Jakarta aja juga sekarang tambah mundur dibanding dulu 5 thn lalu. Dulu dirumah ga pernah punya senter,lilin,emergency lamp juga sampe rusak karena ngisi terus ga pernah dipake, mungkin puluhan tahun ga pernah mati lampu sekalipun padahal rumah mba bukan didaerah penting. Sekarang…..kayaknya baru 3 bulan ini deh ga mati lampu sama sekali..eh ga boleh sesumbar..nanti petttt heheee

      • barangkali boleh dipertimbangkan juga pemadaman listrik akhir-akhir ini yang sudah di luar batas. tanpa pemberitahuan. bisa siang, sore, malam, bisa 2 jam atau 3 jam. karena kurang arus ada benarnya juga namun sebagai dampaknya banyak alat elektronik yang rusak.

        #karena pelanggan ingin dimengerti

Leave a reply to azharterharu Cancel reply